Hukum Menjual Kulit dan Kepala Hewan Qurban

Pertanyaan dari Abdullah Badjuri, Jalan Abimanyu, Jatibarangkidul, Jatibarang Brebes 52261

(disidangkan pada Jum’at, 28 Rabiulakhir 1439 H / 27 Januari 2017 M)

Pertanyaan:

Assalamu alaikum w. w.

Dengan ini saya mohon dengan hormat kepada Redaksi SM untuk menyampaikan pertanyaan saya kepada rubrik Tanya Jawab Agama yang diasuh oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, sebagai berikut: Sahkah penyembelihan hewan Qurban yang kulit dan kepalanya dijual untuk bayar tukang potong (jagal), beli plastik atau untuk kas masjid?

Demikianlah harap maklum adanya dan atas jawabannya saya tunggu untuk disebarluaskan agar jangan simpang siur.

Wassalamu alaikum w. w.

Jawaban:

Wa alaikumussalam w. w.

Terima kasih sebelumnya kami sampaikan atas kepercayaan saudara kepada kami, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menjawab pertanyaan saudara, juga kami ucapkan terima kasih jika saudara senantiasa mengikuti  rubrik Tanya Jawab Agama yang diasuh Tim Fatwa Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Suara Muhammadiyah.

Perlu kami sampaikan bahwa persoalan qurban dan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah qurban sudah kami bahas dalam Tanya Jawab Agama jilid 1 halaman 136-137 dan Tanya Jawab Agama jilid 5 hal 129-135. Namun demikian kami akan menjawab pertanyaan saudara secara khusus berkaitan persoalan penjualan kulit qurban.

Istilah qurban secara bahasa berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurbanan artinya pendekatan diri. Sedangkan menurut istilah qurban artinya menyembelih hewan qurban pada hari nahar (10 Zulhijjah) dan hari tasyriq (11, 12 dan 13 Zulhijjah) dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai realisasi rasa syukur atas nikmat Allah.

اْلأُضْحِيَةُ هِيَ إِسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ اْلإِبِلِ وَالْبَقَرِ والْغَنَمِ  يَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامِ التَّسْرِيْقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

Al-Udhhiyyah adalah nama bagi binatang yang disembelih baik unta, sapi dan kambing pada hari Nahar dan hari-hari Tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala” (Fiqhus Sunnah III/197).

Dalil perintah berqurban cukup banyak baik dalam al-Qur’an maupun hadis, di antaranya QS. al-Kautsar (108): 13, al-Hajj (22): 34. Dalam menjalankan ibadah qurban bisa dilaksanakan langsung oleh shahibul qurban atau diserahkan kepada orang lain yang ditunjuk. Apabila shahibul qurban menyerahkan pelaksanaan qurbannya kepada orang lain atau panitia qurban, maka semua yang berkaitan dengan itu menjadi tanggung jawab shahibul qurban seperti biaya untuk perawatan hewan qurban, ongkos jagal, pengadaan plastik atau lainnya yang diperlukan diambil dari shahibul qurban.

Hal ini dilakukan untuk menghindari supaya daging, kulit atau lainnya dari hewan qurban tidak dijadikan sebagai upah bagi jagal atau lainnya. Nabi Muhammad saw telah menjelaskan beberapa perintah dan larangan berkaitan dengan ibadah qurban yakni perintah untuk membagikan semua bagian yang ada dari hewan qurban dan larangan memberikan upah yang diambilkan dari bagian hewan qurban. Sebagaimana dijelaskan hadis Nabi Muhammad saw:

أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَمَرَهُ أَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا فِي الْمَسَاكِينِ وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا [رواه البخاري]

“Bahwasanya Ali bin Abi Thalib (diriwayatkan) mengkhabarkan Nabi saw memerintahkan dirinya untuk membantu atas qurbannya, dan beliau (Nabi) memerintahkannya untuk membagi semua daging, kulit dan pakaiannya (hewan qurban) kepada orang miskin serta tidak memberikan sesuatupun dari qurban sebagai upahnya” [HR. al-Bukhari]

Aturan lainnya berkaitan dengan ibadah qurban adalah sabda Nabi Muhammad saw:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ أَتَى أَهْلَهُ فَوَجَدَ قَصْعَةً مِنْ قَدِيدِ الأَضْحَى فَأَبَى أَن يَأْكُلَهُ فَأَتَى قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ فَأَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَامَ فَقَالَ إِنِّى كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَنْ لاَ تَأْكُلُوا الأَضَاحِىَّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّى أُحِلُّهُ لَكُمْ فَكُلُوا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْىِ وَالأَضَاحِىِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيعُوهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُمْ [رواه احمد].

“Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan), ia mendatangi keluarganya lalu mendapati semangkuk dari daging qurban, ia enggan memakannya lalu mendatangi Qatadah bin Nu’man lalu mengkhabarkannya, Nabi saw berdiri lalu berkata: Sungguh aku telah memerintahkan agar kamu tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga hari karena untuk mencukupimu, dan (sekarang) aku menghalalkannya bagimu. Oleh karena itu, makanlah darinya sekehendakmu, janganlah kamu menjual daging qurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan janganlah kamu menjualnya, dan jika kamu diberi dari dagingnya, maka makanlah sekehendakmu” [HR. Ahmad].

Dari hadis ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada kebolehan bagi shahibul qurban seperti kebolehan memakan, menyedekahkan dan memanfaatkan semua yang ada pada bagian hewan qurban, juga terdapat larangan bagi shahibul qurban seperti larangan menjual kulit atau bagian lain dari hewan qurban. Jika dicermati bahwa khitab perintah dan larangan dari hadis tersebut ditujukan bagi shahibul qurban bukan lainnya sehingga larangan menjual kulit hewan qurban tersebut berlaku kepada shahibul qurban. Adapun salah satu tujuan dari larangan tersebut untuk menghindari adanya keinginan mengambil keuntungan pribadi dari hasil penjualan tersebut, sehingga bisa merusak niat utama dari ibadah qurban itu sendiri.

Dari dalil-dalil yang telah kami jelaskan maka pertanyaan saudara dapat kami jawab dengan simpulan sebagai berikut:

Pertama, shahibul qurban boleh memanfaatkan atau menyedekahkan kulit atau lainnya dari hewan qurban kepada perseorangan, sekelompok orang atau lembaga. Berkaitan dengan pertanyaan saudara jika shahibul qurban telah meniatkan diri untuk memberikan sebagian hewan qurban seperti kulit dan kepalanya kepada seorang atau sekelompok orang kemudian yang bersangkutan menjualnya maka tidak dilarang bagi shahibul qurban. Apa yang sudah diberikan oleh shahibul qurban maka otomatis menjadi hak bagi orang yang menerimanya, sehingga boleh untuk dimakan, dimanfaatkan, dijual maupun lainnya dan qurbannya tetap sah.

Kedua, shahibul qurban dilarang menjual kulit maupun lainnya dari hewan qurban yang sudah diniatkan ikhlas karena Allah. Berkaitan dengan pertanyaan saudara jika yang dimaksud adalah shahibul qurban sengaja menjual sebagian dari hewan qurban seperti kulit dan kepalanya baik untuk kepentingan pribadi atau untuk jasa tukang potong (jagal), beli plastik, kas masjid atau lainnya maka ini termasuk perkara yang dilarang dalam hadis Nabi saw dan berakibat tidak sah qurbannya.

Ketiga, saran kami Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebaiknya jika penyelenggaran ibadah qurban yang diserahkan kepada orang lain maka semua yang berkaitan dengan keperluan biaya ibadah qurban seperti biaya perawatan hewan sebelum disembelih, jasa tukang potong (jagal), plastik atau keperluan lainnya adalah menjadi tanggung jawab shahibul qurban. Sehingga pelaksanaan dan pendistribusian hewan qurban dapat berjalan sesuai aturan sunnah Nabi saw.

Wallahu a‘lamu bish-shawab.

sc: www.suaramuhammadiyah.id/

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *