Kado Ramadhan Untuk Kemandirian Disabilitas

Inilah perjuangan disabilitas dengan keterbatasan fisik dan kondisi ekonomi yang pas-pasan, perjuangan hidup yang sangat keras untuk bisa bertahan hidup, mulai dari usaha konveksi, jualan es kenyot sampai terpaksa menggadaikan sepeda motornya.

Di masa pandemi Covid-19, para disabilitas rentan tak berpenghasilan, beberapa usaha yang dimilikinya terpaksa terhenti.

Seperti Bapak Karsidi, meski keterbatasan fisik karena menderita polio, ia tetap berjualan es kenyot mengguakan sepeda motornya. Bapak pejuang polio ini sering berjualan di sekolah, namun sekolah yang libur karena pandemi mengakibatkan usahanya terpaksa berhenti. Bapak Karsidi kehilangan pekerjaan untuk menafkahi keluarga di rumah, sampai untuk menutupi kebutuhan sehari-hari ia merelakan untuk menggadaikan sepeda motornya, padahal motor tersebut sering digunakan untuk membantunya berjualan.

Bapak Bunyamin, juga penyandang disabilitas. Semenjak jatuh dari bangunan tahun 2002 lalu, Pak Bunyamin tidak mampu lagi berjalan, ia harus menaiki roda pendeknya. Selain kedua tangannya agar membantu buat berjalan, juga digunakan untuk menjahit pakaian.

Sebelumnya Pak Bunyamin sempat berjualan kacang rebus dengan mengayuh roda gerobaknya, tetapi jualannya terpaksa berhenti karena untuk berdiri saja tidak mampu apalagi untuk mengowes. Akhirnya Bapak yang penyabar ini beralih sebagai penjahit pakaian. Pakaian yang dibuat misalnya rok anak kecil. “Walaupun modal dapat utang dulu, alhamdulilah berjalan.”

Selama pandemi ini, hasil jahitan Pak Bunyamin tidak begitu laris. Kadang seminggu laku, seminggu tidak laku. Saat ini, hasil jahitannya hanya disetorkan kepada tengkulak.

“Itu juga bayarnya gak cash, dicicil bisa tiga kali pembayaran. Dan kalau bikin tapi gak ada yang beli juga gak ada buat beli lagi bahan-bahannya. Akhirnya uang jadi habis, gak bisa beli kain lagi. Hasil keuntungan untuk sekodi rok anak kecil hanya Rp4000, itupun dalam seminggu kadang bikin kadang engga, tapi Alhamdulillah segitu juga bersyukur.”

Pernah setiap hari jumat, Pak Bunyamin seringkali mengintip di balik jendela rumahnya melihat teman-teman dan tetangganya berjalan menuju masjid untuk salat jumat.  “temen-temen berangkat ke masjid kok saya gak bisa,” katanya sambil minitikan air mata.

Perasaan sedih itu akhirnya terhapus dengan bahagia setelah ia mampu mengadakan sepeda motor roda tiganya dengan hasil tabungan, meskipun motornya itu tua dan sangat sederhana, ia bisa kembali berangkat ke masjid seperti temannya yang lain.

Bukan hanya itu, berkat motor roda tiganya ia bisa mengantar anaknya ke sekolah dan mengantar istrinya pergi ke pasar. Berkat roda tiganya juga Pak Bunyamin bisa berkempul dengan kawan-kawan disabilitas meski sering sekali mogok.

“saat mogok tidak ada yang menolong, pernah minta tolong sama orang seringnya melihat sebelah mata, padahalkan saya disabilitas, jalan tidak bisa. Jadi, dalam hati saya kalo berangkat ke mana pun. 

Kalau ada orang mogok walaupun gak dikasih minta bantuan saya tuh berhenti, maksudnya melihat kondisi saya yang pernah merasakan kalo gak ada yang tolong, aduh … gak enak. Ya kepedulian ini kemungkinan timbul dari jiwa sosial anak-anak disabilitas.”

Tidak patah semangat, meski sebagai penyandang disabilitas, ia tetap bekerja berusaha keras demi menafkahi istri dan tiga putrinya. Pak Banyumin berharap, agar bisa segera mengumpulkan modal membeli kain, memotong sendiri dan menjualnya sendiri. Selain itu merehab sepeda motornya juga keinginnya agar bisa digunakan untuk berjualan sendiri hasil jahitan tersebut.

Perjuangan untuk mempertahankan ekonomi para disabilitas terus dilakukan. Bahkan saat ini, para disabilitas di Kabupaten Cirebon ini membentuk suatu komunitas bernama Aliansi Perempuan Disabilitas dan Lansia (APDL) untuk mewadahi disabilitas. “Tujuannya membentuk suatu komunitas ini untuk pemberdayaan dan memotivasi semangat teman teman disabilitas jangan sampai terabaikan.” 

Banyak tantangan dan rintangan yang harus dilalui Bapak Uung sebagai ketua disabilitas di Kabupaten Cirebon. Seringkali Bapak dua anak ini menjelajahi plosok-plosok dan perkampungan meski tidak memililki tangan dan dan satu kaki, ia tak kenal lelah mencari sosok disabilitas yang memiliki mentalnya belum kuat. “Saya ingin memperjuangkan seluruh rekan disabilitas. Memotivasi mereka bahwa menjadi disabilitas juga bisa seperti orang lain pada umumnya, di balik kekurangan tersebut bahwasanya menjadi disabilitas pun pasti memilki kelebihan.”

Semangat Bapak Uung pun tidak akan pernah sia-sia ia menularkan semangatnya kepada rekan-rekan disabilitas yang lain seperti Bapak Karsidi dan Bunyamin. Memang dengan segala keterbatasan fisiknya, mereka tidak ingin merepotkan orang lain. Memiliki usaha sendiri menjadi harapannya. Mereka memiliki keluarga, ada anak dan istri yang harus dinafkahi dan membutuhkan pelukan kasih sayang.

#OrangBaik Mari bantu meringankan beban hidup para disabilitas ini, mereka juga ingin mandiri. Tentu dengan dukungan kita hal itu bisa lebih cepat terealisasi.


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *