Menggabungkan Penyembelihan Akikah dan Kurban

Pertanyaaan:
Saya warga Muhammadiyah di Jepara yang berbaur di kalangan Nahdiyin di tempat saya:

  1. Saya dimintai pertanyaan tentang mengakikahi diri sendiri ketika sudah besar, akikah itu hukumnya wajib atau sunah pak? Budaya masyarakat jika akikah belum dilaksanakan sejak kecil tapi kalau dewasa diakikahi, padahal akikah tersebut tugas orang tua tapi tatkala dewasa diakikahi sendiri berarti setiap bayi lahir punya tanggungan akikah besok kalau sudah dewasa.
  2. Ketika pelaksanaan Idul Qurban, saya sebagai panitia qurban mendapatkan peserta akikah dalam pelaksanaan idul qurban, apa yang akan kami kerjakan mengenai penyembelihan akikah dalam acara qurban pak?

Mohon balasan dan jawabannya, terima kasih.

Pertanyaan Dari:
Dani Iswadi, Jepara, via e-mail: vandhany_sambora@yahoo.com

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan yang telah bapak ajukan, semoga bapak selalu berada dalam rahmat dan lindungan Allah subhanahu wa ta’ala.

Jawaban atas pertanyaan bapak akan kami sampaikan secara urut sebagai berikut:

Sebelum menjawab pertanyaan pertama, perlu kami sampaikan beberapa hal terkait akikah. Secara bahasa, akikah adalah membelah dan memotong, sehingga hewan yang disembelih pun juga disebut akikah, karena tenggorokannya dibelah dan dipotong. Selain itu, ada juga yang mengartikannya dengan rambut yang terdapat di kepala bayi yang baru keluar dari perut ibunya (ash-Shan’any, Subulus-Salam, Bab al-Akikah, hlm. 333).

Adapun akikah menurut terminologi syariat adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru dilahirkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat yang khusus (Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus-Sunnah, Bab al-Akikah, hlm. 636).

Hukum akikah berdasarkan pendapat rajih (kuat) yang disepakati oleh jumhur ulama adalah sunah muakadah. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya, maka hendaklah ia beribadah (dengan menyembelih binatang akikah).” [HR. Abu Dawud no. 2842, an-Nasa’i vol. 7 no. 162, Ahmad vol. 2 no.194, dan al-Baihaqi vol. 9 no. 300]

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya” menunjukkan bahwa akikah sunnah hukumnya.

Adapun tentang pelaksanaannya, akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى فِيهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ. [رواه الخمسة عن سمرة بن جندب، وصححه الترمذي]
Artinya: “Tiap-tiap anak itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya.” [Hadis diriwayatkan oleh lima ahli hadis dari Samurah bin Jundub, disahihkan oleh at-Tirmidzi]

Memang ada beberapa pendapat tentang kapan waktu pelaksanaan akikah selain hari ketujuh sesudah kelahiran. Paling tidak ada dua pendapat:

Pertama, pendapat yang dikemukakan oleh ulama madzhab Hambali yang mengatakan bahwa pelaksanaan akikah boleh pada hari ke-14, 21 atau seterusnya manakala pada hari ke-7 dari kelahiran anak, orang tuanya tidak mampu mengakikahi. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya:

الْعَقِيقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ وَلأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَلإِحْدَى وَعِشْرِينَ. [رواه البيهقي19076:]

Artinya: “Akikah itu disembelih pada hari ketujuh dan pada hari keempat belas dan pada hari keduapuluh satu.” [HR. al-Baihaqi no 19076]

Kedua, pendapat yang dikemukakan ulama madzhab Syafi’i. Menurut mereka akikah tidak akan gugur atau hilang penundaannya sampai akikah itu dilakasanakan, meskipun oleh dirinya sendiri. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas ra yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru melakukan akikah untuk dirinya setelah beliau menjadi Nabi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

• Hukum akikah adalah sunnah muakadah dan waktu pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran bayi.

• Yang dituntut untuk melaksanakan ibadah akikah adalah orang tua dari bayi yang dilahirkan, sehingga seseorang tidak perlu mengakikahi diri sendiri.

Mengenai pertanyaan kedua, sesungguhnya dari apa yang telah kami jelaskan di atas, pertanyaan kedua bapak tersebut secara tidak langsung telah terjawab, bahwa akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. Akikah terikat dengan waktu kelahiran sang bayi tersebut dan tidak ada tuntutan akikah ketika sudah melebihi 7 hari kelahiran bayi, maupun tatkala seseorang sudah dewasa. Sementara ibadah kurban dapat dilaksanakan setiap tahun sekali. Apabila hewan sembelihan akikah dimaksud adalah untuk akikah yang sudah lewat dari 7 hari kelahiran bayi atau untuk mengakikahi orang dewasa, alangkah baiknya jika disarankan untuk dialihkan niatnya sebagai hewan kurban.

Namun jika akikah tersebut memang bertepatan dengan waktu penyembelihan kurban, maka tidak mengapa dilaksanakan bersamaan dengan penyembelihan kurban itu.

Maka tidak dibenarkan menyatukan niat antara akikah dan kurban, yakni dalam satu hewan sembelihan untuk dua niat, akikah dan kurban sekaligus. Keduanya memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda satu sama lain, baik tentang waktu, syarat, dan lain-lainnya, juga tidak ada nas al-Qur’an atau hadis yang menyatakan bahwa akikah dan kurban dapat disatukan.

Perlu diketahui pula, saat ini menunaikan ibadah qurban di Lazismu kab. Cirebon menjadi lebih mudah dengan hanya klik link dibawah ini:
https://lazismukabcirebon.org/qurbanmu/

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, no. 23, 2012

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *