Shadaqah Jariyah untuk Pewaris dari Harta Peninggalan yang Belum Dibagi

Pertanyaan:

Sehubungan dengan adanya sub. pokok bahasan dalam silabus mata-kuliah Hukum Waris Islam, yaitu mengenai Shadaqah Jariyah atas nama pewaris, kami mohon fatwa atas hal-hal sebagai berikut:

  1. Apakah dibenarkan harta warisan yang belum dibagi, diambil sebagian untuk shadaqah jariyah atas nama pewaris?
  2. Apakah boleh seorang anak memberikan shadaqah jariyah dari harta miliknya atas nama orang-tuanya yang telah meninggal dunia?

Didiek R. Mawardi, S.H., Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah, Kotabumi, Lampung, KTAM: 582411

Jawaban:

Pertanyaan senada dengan pertanyaan ini, jawabannya telah dimuat dalam Buku Tanya Jawab Agama oleh Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Jilid II halaman 197. Silahkan membaca buku tersebut. Dan dalam kesempatan ini kami tambahkan sebagai berikut:

Setelah orang meninggal dunia, harta miliknya berpindah kepada ahli warisnya. Setelah terlebih dahulu diambil untuk biaya penyelenggaraan jenazah, sejak dari memandikannya sampai kepada menguburkannya, untuk membayar hutang pewaris, kalau ia mempunyai hutang dan untuk memenuhi wasiat pewaris (kalau memang ada). Dengan catatan, tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan. Karena pemilikannya sudah berpindah, maka mengambil/mengurangi harta tersebut harus dengan persetujuan ahli waris yang berhak menerima. Seumpama kalau pewaris berwasiat lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka kelebihan dari sepertiga harta peninggalan, maka kelebihan dari sepertiga tersebut harus seizin ahli waris. Kalau ahli waris mengizinkan, maka wasiat yang lebih dari sepertiga, dapat dilaksanakan. Tetapi kalau ahli waris tidak mengizinkan, maka wasiat hanya dilaksanakan sepertiganya saja. Diperlukan izin dari ahli waris, adalah untuk tidak mengurangi hak-hak mereka, sehingga kalau mereka mengizinkan artinya mereka rela haknya dikurangi.

Shadaqah jariyah memang disyari’atkan, sebagaimana dikemukakan di dalam Hadits Nabi, bahwa pahala seseorang yang tetap mengalir, sekalipun pelakunya telah meninggal dunia, antara lain shadaqah jariyah:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّاَ مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ (رواه أحمد و مسلم و أصحاب السنن)

Artinya: “Jika manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga macam amal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan baik untuknya.” (Hadits Riwayat Ahmad, Muslim dan Ashabus Sunnah).

Shadaqah jariyah yang dimaksud dalam Hadits di atas, sudah barang tentu harus dilakukan oleh seseorang, ketika ia masih hidup. Sebab apabila sudah meninggal dunia, amalnya menjadi terputus, seperti disebutkan dalam Hadits di atas. Demikian halnya setelah seseorang meninggal dunia, tidak ada kewajiban apapun, baik yang dibebankan kepada dirinya maupun harta peninggalannya, selain hutang. Apabila pewaris pada waktu masih hidup mempunyai hutang, maka kewajiban membayar hutang tersebut tetap melekat, sebatas harta peninggalannya dan pembayarannya dilakukan oleh ahli waris. Hal ini karena berkaitan dengan hak orang lain.

Sekalipun di antara para ulama ada yang berpendapat, bahwa hutang yang harus dibayar oleh pewaris, selain hutang kepada sesama, juga termasuk hutang kepada Allah, seperti zakat, haji dan nadzar. Kalau toh pandangan ini diikuti, tetapi tidak ada seorang ulama pun yang memasukkan shadaqah jariyah ke dalam klasifikasi hutang kepada Allah, karena shadaqah jariyah itu dihukumi sebagai perbuatan sunnah. Atas dasar ini, maka tidak ada ketentuan agama yang mengharuskan, bahwa harta sesorang sebelum dibagi waris diambil dulu untuk shadaqah jariyah dari pewaris. Seandainya semua ahli waris yang berhak atas harta peninggalan pewaris itu semuanya anak-anak pewaris, dan dengan secara ikhlas mereka menshadaqahkan sebagian harta peninggalan orang-tuanya sebelum harta itu dibagi, atau seluruh harta peninggalan itu dishadaqahkan sebagai rasa syukur dan untuk menghormati orang-tuanya yang sudah meninggal dunia. Hanya saja, si orang-tua pun akan memperoleh pahala dari do’a anak-anaknya, karena dia (pewaris) telah berinvestasi sewaktu hidupnya mendidik anak-anaknya menjadi anak yang shalih. Apabila anak-anaknya yang shalih tersebut mendoakan orang-tuanya, sekalipun tidak melakukan shadaqah jariyah dari harta peninggalan orang-tuanya, pahalanya itu Insya Allah akan diterima Allah.

Apabila shadaqah jariyah itu dilakukan oleh ahli waris yang bukan anak-anak pewaris, maka pahalanya semata-mata hanya untuk mereka. Kecuali kalau mereka melakukan hal itu karena hasil didikan pewaris sewaktu hidupnya. Sudah barang tentu, pewaris akan memperoleh pahala juga dari ilmu yang diajarkan kepada ahli waris, dan dilaksanakan oleh mereka. Hal itu masih termasuk dalam cakupan Hadits di atas, yaitu mengajarkan ilmu yang bermanfaat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *